Kemanusiaan Terpotong Sensor: Kenapa Palestina Absen di Layar Lebar Hollywood?

Pada saat masyarakat Gaza sedang merasakan penderitaan yang sangat hebat—di mana ribuan orang awam, termasuk banyak anak-anak, telah tewas akibat serangan udara dan blokade—ruang lingkup seni dan hiburan harus bisa menjadi tempat bagi rasa simpati, persaudaraan, serta kedekatan manusiawi. Sayangnya, bukanlah hal seperti itu yang kita lihat; malah Hollywood tampak lebih cenderung pada sikap tradisional dan pragmatis mereka sendiri. Dukungan kepada Palestina acapkali dilihat sebagai risiko karir, sehingga aktor-aktor yang berbicara tentang ini sering kali disensor, dikriminalisasikan, atau dicela. Baru-baru ini, sebuah polemik mencuat atas partisipasi dua bintang utama dalam film Snow White versi Disney baru. Gal Gadot, seorang selebriti asal Israel dengan riwayat layanan militer di IDF (Tentara Pertahanan Israel) akan mendapat peran Permaisuri Jelek. Sementara itu, pasangan lawannya yaitu Rachel Zegler, menjadi pusat proyeksesi setelah ia menyematkan kata “Be Free Palestine” dalam postingan media sosial ketika melakukan promosi untuk film tersebut. Walaupun hanya singkat, ungkapan tersebut cukup membuat gelombang marah di antara pekerja industri perfilman. Menurut laporan oleh Variance, Disney dilaporkan sudah secara langsung berkomunikasi dengan manajemen Zegler dan juga mengirim sutradara ke New York guna menjelaskan dampak dari komentar tersebut.

Respon Disney terkait masalah tersebut tak pernah diumumkan dengan jelas melalui pernyataan resmi kepada publik. Akan tetapi, tindakan mereka sendiri sudah cukup menyampaikan pesan yang kuat tanpa harus menggunakan kata-kata. Diberitakan bahwa Disney telah mensponsori tim ahli strategi media sosial spesifik untuk Zegler guna mencegah insiden semacam itu sebelum peluncuran filmnya. Di sisi lain, Gal Gadot, yang selalu bersikeras mendukung Israel dan juga merampungkan sebuah dokumenter pendek yang mendukung posisi militernya setelah serangan pada tanggal 7 Oktober 2023, sama sekali tidak dikenakan hukuman atau pembatasan oleh studionya. Bahkan, saat ada ancaman terancam bagi keselamatannya, Disney malah meningkatkan pengawalan privatnya.

Phenomenon ini mengilustrasikan adanya standar ganda yang sangat terlihat dalam sistem produksi Hollywod—terutama di perusahaan raksasa seperti Disney. Mendukung Israel dipandang sebagai hal biasa, hingga dapat diterima sebagai bagian dari identitas pribadi dan bangga nasional. Sedangkan mendukung kemanusiaan bagi Palestina dianggap sebagai tindakan dengan risiko tinggi, atau bisa juga disebut subversif. Film "Snow White" yang semestinya menjadi cerita universal tentang kebajikan melawan ketidakadilan, malah menjelma tempat dimana solidaritas moral dibuat ilegal.

Secara naratif, film ini membawa Gal Gadot sebagai Ratu Jahat: sosok berkekuatan besar, bertanggulangi segala hal, serta mampu menjauhkan siapapun yang mencoba mengganggu kedudukannya. Gambaran karakter tersebut kini memiliki resonansi puitis di dunia nyata. Saat Disney semakin mendominasi narasinya sendiri dan meremehkan suara-suara yang mempromosikan keadilan bagi Palestina, maka plot imajinari dalam film tampaknya mencerminkan dinamika politik aktual: siapa pemegang kuasa, siapa pengontrol cerita, dan siapa saja yang perlu diam agar tak melawan narasi “paling sempurna”.

Rachel Zegler tidak sendirian dalam pengalaman dengan penindasan seperti itu. Melissa Barrera dikeluarkan dari franchise Scream lantaran membagikan pernyataan seorang sejarawan Israel yang mendeskripsikan kebijakan Israel di Gaza sebagai semacam genosida. Susan Sarandon juga diputus kontraknya oleh agennya usai pidato pada unjuk rasa pendukung Palestina. Demikian pula, bahkan Gigi dan Bella Hadid menjadi sasaran serangan terkoordinasi hanya karena keturunan Palestina serta dukungan suaranya bagi bangsanya. Pada tiap situasi tersebut, apa yang disalahkan bukanlah ucapan benci melainkan simpati dan kemanusiaan.

Di sela-seluruh hal tersebut, Disney masih mengekalkan reputasinya sebagai entitas yang mendukung prinsip-prinsip global: kasih sayang, kerohanian, serta pluralisme. Akan tetapi, fakta mengindikasikan bahwa aspek-aspek itu memiliki batasan. Apabila kedermawanan terhadap rakyat Palestina malah disebut "terlampau berpolitik," pada dasarnya apa yang dirapatkan adalah stok perdagangan dan sikap geopolkitis stabil daripada etika sebenarnya.

Hollywood, terutama Disney, memiliki pengaruh besar dalam menciptakan imajinasi masyarakat di seluruh dunia. Tetapi saat ini, seolah-olah kekuatan tersebut dipergunakan untuk mempertebal pesan-pesan utama yang menyepelekan penderitaan suatu negara. Berdasarkan hal itu, Snow White tidak hanya merupakan sebuah film; melainkan juga sebagai ikon dari cara industri hiburan mensensor rasa persaudaraan, meredam empati, serta menentukan siapa saja yang pantas diberikan ruang dalam ceritanya.

Kemanusiaan terhadap warga Palestina bukan merupakan bagian dariagenda politik radikal. Ini adalah panggilan hati yang paling dasar. Saat raksasa bisnis seperti Disney gagal mendengarkan dan membiarkan suara-suara tersebut—bahkan hanya dengan cara tidak menyulut ketakutan—weharus mengevaluasi lagi: benarkah cerita-cerita ini diarahkan pada orang lain?

Posting Komentar

0 Komentar