Rancangan Peningkatan TKDN: Jalan Menuju Kemandirian Industri Menurut GAPENSI

.JAKARTA - Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menekankan pentingnya komitmen dari pihak pemerintahan untuk mendukung peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Tujuannya adalah memperkuat mandiri dalam bidang industri.

"Komitmen yang kuat dari pemerintah untuk memantau pengembangan Produk Dalam Negeri (TKDN) memiliki potensi besar untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja serta mendukung pertumbuhan ekonomi hingga delapan persen," ungkap Sekretaris Jenderal Gapensi La Ode Safiul Akbar melalui pernyataannya di Jakarta pada hari Selasa, tanggal 15 April 2025.

Berikut adalah beberapa metode yang dapat diterapkan: memberikan dorongan finansial kepada perusahaan lokal untuk meningkatkan standar kualitas dan daya saing harganya, menyederhanakan proses akses ke pendanaan dan teknologi bagi para pembuat produk domestik, serta melakukan pengawasan terhadap penerapan TKDN dengan ketat dan jujur agar tidak menjadi sekadar rutinitas belaka.

Pernyataan itu juga menanggapi tentang Presiden Prabowo Subianto yang memberikan instruksi kepada timnya untuk membuat aturan terkait Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) lebih lentur dan praktis guna melindungi persaingan industri dalam negeri di skena global.

Gapensi menganggap bahwa apabila keputusan tentang pengecualian peraturan TKDN diberlakukan, terutama pada barang-barang seperti besi, baja, dan pipa yang digunakan untuk proyek infrastruktur, hal ini bisa menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasaran utama bagi negara lain serta dapat membahayakan perkembangan industri lokal.

Kebijakan pengendulan TKDN diduga merupakan tanggapan terhadap tindakan AS yang menerapkan bea masuk reciprocated sebesar 32 persen pada produk-produk Indonesia.

Pihak berwenang Amerika Serikat mengharapkan Indonesia untuk menyesuaikan regulasi Terkait Dalam Negeri (TKDN). Hal ini menjadi elemen dari proses perundingan dan terjadi bersamaan dengan penambahan Indonesia ke daftar negara-negara yang dikenakan tariff lebih tinggi oleh AS.

Menurut La Ode, apabila kebijakan relaksasi TKDN terus dipaksa dilaksanakan, hal ini bisa mengarah pada Indonesia menjadi sekadar negara penikmat barang saja.

"Pada akhirnya, apabila sektor industri lokal tidak berkembang lantaran tertekan oleh barang-barang impor, dapat dipastikan bahwa pemutusan hubungan kerja masalakan akan terulang lagi. Bahkan saat ini pun, jumlah orang yang menganggur telah mencapai level cukup tinggi. Ini disebabkan hampir seluruh pabrik memiliki potensi untuk terdampak," jelas La Ode.

Sehingga, La Ode mengharapkan agar TKDN tidak ditiadai karena aturan ini dapat memberikan dampak positif dengan menjaga ketahanan persaingan Indonesia di kancah dunia.

Pemerintah, kata La Ode, perlu berhati-hati, pasalnya kebijakan penghapusan TKDN bisa menyebabkan industri dalam negeri akan kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah.

"Akibatnya, kita hanya akan menjadi negara konsumen dan semakin bergantung pada barang-barang impor. Padahal, jika kita menggunakan produk dalam negeri, kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, karena industri di dalam negeri bergerak. Keberadaan TKDN itu sudah seharusnya ada untuk melindungi industri di dalam negeri," kata La Ode.

Pada saat ini, ambang batas TKDN minimum yang telah ditentukan adalah sebesar 25%, bersamaan dengan itu BMP atau Bobot Manfaat Perusahaan harus mencapai setidaknya 40%.

Penerapan TKDN dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk pemberdayaan industri domestik merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).

Posting Komentar

0 Komentar